DALAM rangka melaksanakan amanat UU No.20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas pada pasal 5 disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan setiap warga negara
berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Selanjutnya
Peraturan Pemerintah (PP) No.19 Tahun 2006 pasal 26 menyatakan bahwa standar
kompetensi kelulusan pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar
kecerdasan pengetahuan, kepribadian dan ahlak mulia serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Adapun untuk satuan
pendidikan kejuruan sama dengan pendidikan umum, sesuai dengan kejuruannya.
Undang-undang
sudah sangat jelas menjamin kelangsungan pendidikan setiap warga negara
terlebih bagi anak yang punya kemampuan secara akademis. Namun, lain halnya
yang terjadi di SMA Negeri 1 Kayuagung. SMA tersebut menjadi sekolah favorit di
Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), setiap tahun peminatnya selalu meningkat.
Seperti yang terjadi belum lama ini, ada salah satu siswa dari SMPN 1 Kayuagung
yang punya cita-cita ingin meneruskan sekolahnya ke SMAN 1. Dengan bermodalkan
nilai rata-rata di atas, sang anak pun punya keyakinan dirinya mampu masuk ke
SMAN 1 Kayuagung. Terlebih Anggi Ivani mengantongi predikat ranking 8 di kelasnya dengan nilai rata-rata 86,4.
Tapi,
sayangnya, predikat ranking dan nilai di atas rata-rata tidak menjamin sang
anak bisa mewujudkan mimpinya untuk menuntut ilmu di SMA Negeri 1 Kayuagung.
Seperti dunia mau kiamat saat Anggi menyaksikan pengumuman kelulusan siswa baru
masuk ke SMAN 1 melalui internet. Berulang kali Anggi mencari satu demi satu dan berharap namanya tertera
di pengumuman itu supaya dapat melanjutkan sekolah di SMA 1. Namun yang dicari
tak kunjung ketemu, sehingga Anggi pun harus mengubur impiannya untuk
bersekolah di SMAN 1.
Mendengar
kabar anaknya tidak masuk ke SMAN 1 Kayuagung, Liberty H Murod berusaha untuk
mempertanyakan standar nilai kelulusan masuk ke SMAN 1 kepada kepala sekolah.
Saat berada di depan pintu ruangan kepala sekolah ternyata pintu ruangan kepala
sekolah terkunci rapat. “Bapak lagi ada tamu,” ujar stafnya. Liberty pun menanyakan
berapa standar nilai masuk SMAN 1, staf itu mengatakan,”83, Pak”.
Kepala
SMAN 1 Kayuagung saat ditemui Supriadi dari FAKTA di ruang kerjanya mengatakan,
apabila siswa yang mendaftar ke SMAN 1 nilainya cukup dengan standar yang telah
ditetapkan maka orangtua siswa tidak perlu ragu-ragu anaknya tersebut dipastikan
bisa diterima di SMAN 1 Kayuagung. Ketika disampaikan adanya informasi bahwa
SMAN 1 Kayuagung sarat dengan kepentingan, terlebih banyaknya anak pejabat dan
orang-orang berkantong tebal yang dapat masuk ke SMAN 1, dia mengatakan, hal
seperti itu kerap terjadi saat penerimaan siswa baru karena banyaknya peminat
yang ingin bersekolah di sini.
Saat
FAKTA melihat meja sang kepala sekolah ternyata di meja kepala sekolah sudah
menumpuk fotocopy nomor pendaftaran siswa. Fotocopy tersebut tentunya tidak datang
dengan sendirinya melainkan dibawa oleh yang punya kepentingan.
Dengan
adanya kasus Anggi Ivani tersebut diduga membuat anak kehilangan semangat
belajar. Karena ternyata tidak cukup dengan modal pintar dengan nilai di atas
rata-rata bisa masuk SMAN 1 Kayuagung. Kalau tidak ada koneksi tetap saja tidak bisa masuk ke SMAN 1
Kayuagung.
Kabid
SMA Diknas Kabupaten OKI, Iqbal, saat dihubungi FAKTA melalui telepon seluler mengatakan,
PSB tahun ini murni berdasarkan nilai KKM siswa. “Jadi, kalau memang siswanya
pintar pasti lulus,” ujarnya.
Sepertinya
pernyataan Iqbal tersebut hanya isapan jempol belaka. Terbukti Anggi Ivani asal
SMPN 1 Kayuagung dengan nilai rata-rata 86,4 tidak bisa masuk ke SMAN 1
Kayuagung. Inilah potret buram dunia pendidikan di Kabupaten OKI. (F.949) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment