Prestasi Tinggalkan Luka, Ambil Ijazah
Gadai Sepeda Motor
![]() |
“Mereka itu bohong semua !” |
KETIKA menyebut nama
Yulistianis, orang akan mengingat prestasi gadis kelahiran Banyuwangi, 30
Oktober 1988, tersebut di bidang catur. Tidak hanya di level lokal Banyuwangi,
namun hingga ke level provinsi dan nasional.
Kepada FAKTA, ungkapan
polos begitu saja mengalir, antara duka dan prestasi yang terakumulasi keinginan
yang begitu kuat untuk mengharumkan nama kota tercinta Banyuwangi yang
menasbihkan sebagai Sunrise of Java.
Yulisiatin sempat
berprestasi dengan segudang piala, medali, piagam seperti juara 1 Porprov Putri
tahun 2007, juara Yunior A Putri di Bojonegoro 2007, juara 2 Senior Putri di
Tulungagung 2010, juara 2 Senior Putri di Blitar 2008 dan Kejuaraan catur
lainnya yang ia miliki.
Sayangnya prestasi
yang diraihnya itu tak sesuai dengan perhatian yang ia dapatkan, perlakuan tak
sebanding. Menggadaikan HP, makan seadanya dalam perjalanan, tidur tidak layak,
untuk menutup kebutuhan perjalanan keluar daerah mengejar prestasi membawa nama
Banyuwangi. “Itu pangalaman pahit saya, sehingga saat ini memilih off dulu,”
kata Yulis.
Tak memungkiri
perjuangannya untuk berprestasi dengan dengan jerih-payah yang tak mungkin dilupakan
menjadi kenangan pahit yang diharapkan tidak terjadi kepada atlit lainnya.
“Saya ikut orangtua, Mas. Jerih-payah saya mengangkat nama daerah tak pernah dihargai,
tapi saya coba ikhlas saja, saya berharap adik-adik (atlet) saya yang
berprestasi tak mengalami seperti saya,” katanya kepada Hayatul Makin dari
FAKTA.
Bercerita saat
bergelut dengan perjuangan merebut prestasi membawa nama Banyuwangi, Yulis tak
bisa menyembunyikan emosi keprihatinannya. “Saya terkadang minta uang kepada ibu
untuk tambahan ongkos ikut kejuaraan sampai ke luar daerah. Pernah panas-panas
ibu saya pernah jalan kaki dari rumah ke kantor dispenduk hanya untuk meminta
surat kartu keluarga,” ungkapnya sambil meneteskan air mata.
Saat ini Yulis juga
masih banting tulang untuk pendidikannya yang sebelumnya pernah dijanjikan akan
dibiayai gratis tapi harus menerima kenyataan dibohongi oleh janji-janji. “Sebenarnya
saya ingin bekerja, namun saya disuruh kuliah hingga lulus S1 di UNIBA. Katanya
ada yang membiayai, tapi nyatanya dibantu cuma semester 1 saja. Mereka itu
bohong semua,” akunya.
Ditemui FAKTA di
kediamannya, Jalan Raden Wijaya tepat di samping perlintasan rel kereta api,
segudang prestasi yang ditunjukkan sangat tak sebanding dengan kondisinya
sekarang. Saat ini Yulis harus berjuang mencari uang untuk mengambil ijazahnya
yang ditahan pihak UNIBA karena masih ada uang kuliah yang belum dibayar. “Saya
mau gadaikan sepeda motor untuk mengambil ijazah,” tuturnya.
Gadai sepeda motor itu terpaksa dia
lakukan agar tanggungannya kepada UNIBA tidak membengkak. “Kalau tidak segera
diambil, kita ditambah biaya tiap bulan Rp 50 ribu. Harapan saya ijazahnya bisa
diambil, itu saja, buat cari kerja yang layak,” terangnya sambil memaksa
tersenyum kepada FAKTA. (F.512) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment