Wednesday, April 2, 2014

LINTAS JOGJA : KEMBALI MENIPU, HERRY ROBERT TERANCAM MASUK BUI LAGI

ADALAH Herry Robert, salah satu mantan terpidana tindak pidana pencucian uang (money laundry) dalam skandal penipuan nasabah PT Bank Lippo Cabang Kebumen yang terbongkar awal 2005. Kala itu sekitar 31 pengusaha ternama di Kota Kebumen, Gombong, Kutoarjo dan Purworejo telah tertipu lewat deposito Kaveling Serasi palsu. Melibatkan Kepala Cabang Bank Lippo Kebumen, Anastasia Kusmiati, puluhan nasabah menanamkan modal lewat deposito Kaveling Serasi. Total dana yang terhimpun mencapai Rp 70 miliar, mereka dijanjikan bunga yang lebih tinggi dari deposito biasa serta produknya aman. Namun saat jatuh tempo, Anastasia tak sanggup mencairkan dananya. Belakangan diakui deposito Kaveling Serasi itu fiktif, bukan produk Lippo Karawaci seperti yang ditawarkan. Anastasia juga mengakui, selama itu berhubungan bisnis biasa dengan Herry Robert. Bahkan, sebagian uang nasabah itu masuk rekening Herry Robert. Pria asal Sleman itu kemudian divonis empat tahun penjara di PN Kebumen dan tujuh tahun penjara di tingkat banding.
Sekian tahun berlalu kini Herry Robert ternyata menghadapi persoalan pidana lagi. Dirinya kembali didakwa melakukan tindak penipuan di PN Sleman. Perkara ini bermula pada 12 Maret 2010 sekitar pukul 14.45 Wib. Kala itu Herry Robert meminjam uang kepada Liana Janti Latif sebesar Rp 1,1 miliar dengan jaminan sebidang tanah dan rumah seluas kira-kira 2.100 m2 yang berlokasi di Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Herry menjanjikan akan mengembalikan uang tersebut dalam kurun waktu tiga bulan terhitung mulai Maret 2010. Namun hingga batas waktu yang ditentukan Herry belum bisa mengembalikan pinjamannya tersebut. Yang mengejutkan pihak Liana Janti Latif, setelah dilakukan pengecekan di BPN Sleman, ternyata sertifikat tersebut bukan sebagai obyek pinjaman yang dijanjikan, melainkan sebidang tanah sawah yang tidak ada bangunan rumahnya. Lebih runyamnya lagi, Herry Robert selalu menghindar jika diminta untuk mengembalikan pinjamannya sehingga tidak ada kejelasan atau tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan hutang-piutangnya tersebut. Karenanya Liana kemudian melaporkan kasus ini ke Polda DIY, 26 November 2012.
Dipimpin Ketua Majelis Hakim Riyadi Sunindyo F SH dalam persidangan yang tengah bergulir di PN Sleman, Herry Robert dijerat pasal tunggal 378 KUHP oleh JPU Bambang Wiwono SH dari Kejati DIY. Menurut keterangan Bambang pada Fajar Rianto dari FAKTA, Herry Robert didakwa telah melakukan penipuan di mana ketika ketemu dan meminjam uang pada Liana Janti Latif tahun 2010 lalu, terdakwa menjanjikan dalam waktu tiga bulan uang tersebut akan dikembalikan dengan iming-iming fee sebesar Rp 100 juta, serta jaminan empat Sertifikat Tanah. Korban tergerak hatinya kemudian memberi uang melalui saksi Agus Halim. Namun sampai waktu yang dijanjikan ternyata hal tersebut hanya janji belaka. Sertifikat tanah tidak bisa dibalik nama,  bahkan Herry Robert kemudian menghilang tak tentu rimbanya.
Memasuki persidangan kedua di PN Sleman (6/2) agenda saksi menghadirkan saksi korban Liana Janti Latif, dan dua saksi lainya yaitu Ebben Esser dan Agus Prananta Halim. Keterangan saksi korban Liana Janti Latif antara lain menyatakan sejak Herry meminjam uang darinya sebesar Rp 1,1 M tersebut yang bersangkutan kemudian susah dihubungi lagi. Sempat ketemu 2 tahun kemudian namun lagi-lagi Herry hanya memberi janji dan kembali menghilang begitu saja ketika akan diminta untuk membalik nama sertifikat yang jadi jaminannya. Karenanya perkara tersebut kemudian dilaporkan ke Polda DIY dan baru setelah empat tahunan sejak Surat Pengakuan Hutang dibuat Herry akhirnya bisa ditangkap.
Ketika diberi waktu untuk menanggapi keterangan saksi korban, Herry Robert mengaku keberatan terhadap sebagian dari keterangan Liana. Namun dirinya tidak bisa menerangkan dengan jelas di mana letak keberatannya atas keterangan Liana dari awal sampai akhir. 
Saksi kedua, Ebben Esser, antara lain mengatakan sebelum terjadi perkara tersebut dirinya mengaku tidak kenal dengan terdakwa. Menurut Ebben Esser pada awal tahun 2010 terdakwa main ke showroom mobil tempat usaha Agus Halim Prananta. Mengajak kerja sama bisnis, Herry Robert kemudian membeli sekian puluh mobil, dengan dalih memiliki koneksi banyak dan berniat akan menyewakan mobil yang dibelinya secara kredit melalui leasing dengan meminjam nama Agus Halim. Pada tahun kedua ternyata kredit tersebut macet. Akibatnya, yang dicari para debt colector adalah Agus Halim. Sebagai teman bisnis, Ebben Esser mengaku tergerak hatinya dan berniat membantu mencarikan investor. Dirinya kemudian menghubungi partner bisnisnya yang bernama Liana Janti Latif. Tanpa kesulitan Liana percaya dan memberikan solusi pinjaman sebesar Rp 1 M. Agus Halim lalu menghubungi Herry Robert. Maka ditunjuklah Notaris oleh Ebben dan dibuatlah Surat Pengakuan Hutang di mana tertuang dalam perjanjian bahwa setelah 3 bulan ada uang fee sebesar Rp 100 juta, dan setelah 3 bulan kemudian janji akan menyerahkan aset yang dijaminkan jika tidak bisa melunasi utangnya.
Herry Robert saat itu mengaku sudah membeli lunas ke penduduk dan belum balik nama. Saat pembuatan Surat Pengakuan Hutang tersebut yang namanya tercantum dalam sertifikat datang dan dijelaskan keempat sertifikat adalah sertifikat sah rumah tersebut. Sedang duit Rp 100 juta kemudian diberikan  untuk menebus sertifikat karena Herry meminjam duit dengan jaminan sertifikat tersebut.
Uang kemudian ditransfer oleh Liana kepada Agus Halim atas dasar utang Herry Robert sama Agus Halim. Melalui telepon, dirinya kemudian menghubungi Notaris R Herry Sartana SH yang kemudian mengecek kuitansi ke Herry Robert dan Surat Pengakuan Utang pun selesai  tanggal 12 Maret 2010. Namun setelah tiga bulan berlalu, tanggal 12 Juni 2010, Herry Robert menyangkal semua itu, bahkan mengaku tidak terima uang dan merasa tidak punya hutang. Baru tahun 2012 soal itu dilaporkan ke Direktorat Kriminal Umum Polda DIY. Herry Robert sempat  ditangkap anggota Polda DIY di Lounch Cafe komplek Bandara Adi Sucipto. Saat itu Herry Robert mengaku mengeluarkan sertifikat tapi tidak terima uangnya. Bahkan nangis-nangis dan minta maaf. Notaris R Hery Sartana kemudian dikejar soal keberadaan jaminan sertifikat tersebut. Hingga ada upaya penyelesaian secara kekeluargaan, namun lagi-lagi Herry Robert kembali mengingkari setelah pergi, hingga tertangkap di Bali setelah di-DPO-kan oleh polisi.
Ebben di muka sidang mengaku menyerahkan sertifikat tanah ke polisi buat barang bukti setelah sebelumnya tidak bisa dibalik nama, karena masih terganjal Perikatan Jual Beli yang lama (PPJB Herry dengan pemilik lama) yang selama ini ternyata disembunyikan.
Sedang Agus Halim Prananta dalam kesaksiannya mengaku Herry Robert punya pinjaman pada dirinya dengan total hutang Rp 1,8 M. Berupa pinjaman mengambil mobil atas namanya di leasing sebanyak 17 unit. Namun setelah turun, tanpa sepengetahuannya, ternyata mobil ini oleh Herry Robert kemudian dijual.
Secara terpisah, penasehat hukum korban, Dyah Setyanwati SH dan Nunuk Nurwahyuni SH menjelaskan, sertifikat tersebut tidak bisa dibaliknamakan karena belum pernah ada pembatalan PPJB dan soal ini disembunyikan oleh terdakwa. Untuk itu pihaknya juga menggugat Herry Robert dan pihak terkait dalam upaya mendapatkan keadilan.

Tanpa didampingi penasehat hukum kini Herry Robert menghadapi persidangan tersebut sendirian. Pada FAKTA, Toto Sunyoto SH MM dan Ery Dwi S SH yang semula mendampingi Herry Robert saat diperiksa di Polda DIY dan persidangan pertama kali (agenda pembacaan dakwaan) mengaku bahwa hak-haknya selama ini ternyata juga diingkari oleh Herry Robert. “Sebagai pengacara profesional tentu kami akan menentukan langkah,” pungkas keduanya. (F.883)R.26
Terdakwa Herry Robert (pakai kaca mata)

No comments:

Post a Comment